Rabu, 01 Mei 2013

ORGANISASI PALANG MERAH INDONESIA



1.      Sejarah Singkat PMI
Upaya pendirian organisasi Palang Merah Indonesia sudah dimulai semenjak sebelum Perang Dunia ke II oleh Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan, dimana sebelumnya telah ada organisasi palang merah di Indonesia yang bernama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) yang didirikan oleh Belanda. Tetapi upaya upaya ini masih ditentang oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, atas instruksi Presiden Soekarno maka dibentuklah badan Palang Merah Indonesia oleh Panitia 5 (lima), yaitu :
Ketua              : Dr. R. Mochtar
Penulis            : Dr. Bahder Djohan
Anggota          : Dr. Djoehana
                          Dr. Marzuki
                          Dr. Sitanala
Sehingga pada tanggal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang pertama yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya. Keberadaan PMI diperkuat dengan:
a)        Keppres No. 25 Tahun 1950
b)        Keppres No. 246 Tahun 1963
c)        Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
d)       Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1980
e)        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 023/Birhub/1972

2.      Sistem dan Struktur Organisasi PMI
Palang Merah Indonesia (PMI), adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri, yang didirikan dengan tujuan untuk membantu meringankan penderitaan sesama manusia akibat bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, tanpa membedakan latar belakang korban yang ditolong.
Tugas Pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah sebagai berikut :
Pertama :
Tugas tugas dalam bidang kepalangmerahan yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan ketentuan Liga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (saat ini dikenal dengan nama Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional), sebagai Lembaga yang menghimpun keanggotaan Perhimpunan Palang Merah Nasional.
Kedua :
Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah, berupa pengadaan, pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, susunan Organisasi Palang Merah Indonesia adalah sebagai berikut :





PMI Cabang dapat membentuk PMI Ranting yang berada di tingkat kecamatan.
Struktur organisasi KSR PMI terdiri dari Regu, Kelompok dan Unit :
a)      Regu terdiri dari minimal 4 orang, maksimal 10 orang termasuk seorang Kepala Regu
b)      Kelompok terdiri dari 2 s/d 4 Regu yang dipimpin oleh seorang Kepala Kelompok
c)      Unit terdiri dari minimal 2 Kelompok
d)     Pembagian tugas dalam regu tergantung sasaran operasional
e)      Regu, Kelompok dan Unit dapat terbentuk pada :
1)      Lingkungan Markas Cabang
2)      Lingkungan Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan
3)      Lingkungan Satuan Kerja ( Kantor, Pabrik, dll )
4)      Lingkungan Masyarakat Umum

PMI mengenal 2 jenis relawan, yaitu Korps Suka Rela (KSR) dan Tenaga Suka Rela (TSR).
Pengertian
Korps Suka Rela (KSR PMI) adalah kesatuan di dalam perhimpunan PMI, yang merupakan wadah kegiatan atau wadah pengabdian bagi Anggota perhimpunan PMI. Sebagai anggota KSR memiliki hak dan Kewajiban, yaitu :
a)      Hak :
1)      Memperoleh/ mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan guna mengembangkan sikap dan keterampilan.
2)      Mendapatkan kesempatan mengembangkan pengabdian di dalam perhimpunan PMI, baik di dalam kepengurusan maupun di dalam kegiatan operasional.
3)      Berhak menggunakan atribut sesuai dengan ketentuan
4)      Memberikan usul, saran dan pendapat sesuai jenjang organisasi demi kemajuan perhimpunan PMI.
5)      Dilibatkan dalam pengambilan keputusan PMI
6)      Memperoleh Asuransi dan perlindungan hukum dalam pelaksanan tugas  kepalangmerahan
7)      Memperoleh tanda penghargaan, tanda kehormatan dari PMI, dari pemerintah maupun dari lembaga Nasional dan Internasional sesuai dengan ketentuan.
8)      Menggunakan fasilitas KSR PMI sesuai dengan ketentuan yang berlaku
9)      Mendapat KTAPMI
10)  Mengikuti kegiatan kepalangmerahan di dalam maupun di luar kesatuan atau unit yang bersangkutan.

b)      Kewajiban :
1) Setiap anggota KSR PMI wajib menjaga dan meningkatkan kualitas kesatuannya.
2) Setiap anggota KSR wajib meningkatkan kesiapsiagaan dengan mengikuti :
a. Kegiatan Pembinaan
b. Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan
c. Kegiatan Gladi
d. Kegiatan Operasional
Tunduk, taat dan patuh pada peraturan peraturan kesatuan KSR PMI serta peraturan peraturan yang berlaku di jajaran PMI.

#Materi DIKLATSAR XXXI KSR PMI UM

Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional



Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a)      Kemanusiaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.”

b)     Kesamaan
”Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah”

c)      Kenetralan
”Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.”

d)     Kemandirian
”Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional di samping membantu Pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”

e)      Kesukarelaan
“Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun.”

f)       Kesatuan
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.”

g)      Kesemestaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.”


Hukum Perikemanusiaan Internasional
Hukum Perikemanusiaan Internasional membentuk sebagian besar dari Hukum Internasional Publik dan terdiri dari peraturan yang melindungi orang yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam persengketaan dan membatasi alat dan cara berperang di masa sengketa bersenjata. Lebih tepatnya, yang dimaksud ICRC dengan hukum perikemanusiaan yang berlaku di masa sengketa bersenjata adalah semua ketentuan yang terdiri dari perjanjian dan kebiasaan internasional yang bermaksud untuk mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian bersenjata internasional maupun non-internasional; hukum tersebut membatasi atas dasar kemanusiaan, hak-hak dari pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk memilih caracara dan alat peperangan, serta memberikan perlindungan kepada orang yang menjadi korban maupun harta benda yang terkena dampak pertikaian bersenjata. Kombatan hanya boleh menyerang target militer, wajib menghormati non-kombatan dan objek sipil dan menghindari penggunaan kekerasan yang berlebihan. Istilah hukum perikemanusiaan internasional, hukum humaniter, hukum sengketa bersenjata dan hukum perang dapat dikatakan sama pengertiannya. Organisasi internasional, perguruan tinggi dan bahkan Negara cenderung menggunakan istilah hukum  perikemanusiaan internasional (atau hukum humaniter), sedangkan istilah hukum sengketa bersenjata dan hukum perang biasa digunakan oleh angkatan bersenjata. Palang Merah Indonesia sendiri menggunakan istilah Hukum Perikemanusiaan Internasional.
Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag
Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) dikenal juga dengan nama hukum sengketa bersenjata atau hukum perang memiliki dua cabang yang terpisah:
a)    Hukum Jenewa, atau hukum humaniter, yaitu hukum yang dibentuk untuk melindungi personil militer yang tidak lagi terlibat dalam peperangan dan mereka yang tidak terlibat secara aktif dalam pertikaian, terutama penduduk sipil;
b)   Hukum Den Haag, atau hukum perang, adalah hukum yang menentukan hak dan kewajiban pihak yang bertikai dalam melaksanakan operasi militer dan membatasi cara penyerangan.
ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari hukum perikemanusian internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.
a)    Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertikaian patut memperoleh penghormatan atas hidupnya, atas keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi, mereka harus dilidungi dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apa pun.
b)   Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam pertempuran.
c)    Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personil medis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus dilindungi. Lambang palang merah atau bulan sabit merah di atas dasar putih adalah tanda perlindungan atas personil dan objek tersebut di atas, dan harus dihormati.
d)   Kombatan dan penduduk sipil yang berada di bawah penguasaan pihak lawan berhak untuk memperoleh penghormatan atas hidup, harga diri, hak pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka berhak berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan.
e)    Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang tidak dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun perlakuan lainnya.
f)    Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untuk memilih cara dan alat berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu.
Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak milik mereka. Penduduk sipil, baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada objek militer.

#Materi DIKLATSAR XXXI KSR PMI UM