Implementasi
Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a)
Kemanusiaan
”Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan
keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam
pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah
menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi
sesama manusia.”
b)
Kesamaan
”Gerakan
ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau
pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai
dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah”
c)
Kenetralan
”Agar
senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh
memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau
ideologi.”
d)
Kemandirian
”Gerakan
ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional di samping membantu Pemerintahnya
dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu
menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip
gerakan ini.”
e)
Kesukarelaan
“Gerakan
ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan
untuk mencari keuntungan apa pun.”
f)
Kesatuan
”Di
dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di
seluruh wilayah.”
g)
Kesemestaan
”Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta.
Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam
menolong sesama manusia.”
Hukum Perikemanusiaan Internasional
Hukum
Perikemanusiaan Internasional membentuk sebagian besar dari Hukum Internasional
Publik dan terdiri dari peraturan yang melindungi orang yang tidak atau tidak
lagi terlibat dalam persengketaan dan membatasi alat dan cara berperang di masa
sengketa bersenjata. Lebih tepatnya, yang dimaksud ICRC dengan hukum
perikemanusiaan yang berlaku di masa sengketa bersenjata adalah semua ketentuan
yang terdiri dari perjanjian dan kebiasaan internasional yang bermaksud untuk
mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian
bersenjata internasional maupun non-internasional; hukum tersebut membatasi
atas dasar kemanusiaan, hak-hak dari pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk
memilih caracara dan alat peperangan, serta memberikan perlindungan kepada
orang yang menjadi korban maupun harta benda yang terkena dampak pertikaian
bersenjata. Kombatan hanya boleh menyerang target militer, wajib menghormati
non-kombatan dan objek sipil dan menghindari penggunaan kekerasan yang
berlebihan. Istilah hukum perikemanusiaan internasional, hukum humaniter, hukum
sengketa bersenjata dan hukum perang dapat dikatakan sama pengertiannya.
Organisasi internasional, perguruan tinggi dan bahkan Negara cenderung
menggunakan istilah hukum perikemanusiaan
internasional (atau hukum humaniter), sedangkan istilah hukum sengketa
bersenjata dan hukum perang biasa digunakan oleh angkatan bersenjata. Palang
Merah Indonesia sendiri menggunakan istilah Hukum Perikemanusiaan
Internasional.
Hukum
Jenewa dan Hukum Den Haag
Hukum
Perikemanusiaan Internasional (HPI) dikenal juga dengan nama hukum sengketa
bersenjata atau hukum perang memiliki dua cabang yang terpisah:
a)
Hukum Jenewa, atau hukum humaniter, yaitu hukum
yang dibentuk untuk melindungi personil militer yang tidak lagi terlibat dalam
peperangan dan mereka yang tidak terlibat secara aktif dalam pertikaian,
terutama penduduk sipil;
b)
Hukum Den Haag, atau hukum perang, adalah hukum
yang menentukan hak dan kewajiban pihak yang bertikai dalam melaksanakan
operasi militer dan membatasi cara penyerangan.
ICRC
telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari hukum perikemanusian
internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah
perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan
perjanjian-perjanjian yang berlaku.
a)
Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil
bagian dalam pertikaian patut memperoleh penghormatan atas hidupnya, atas
keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi, mereka harus dilidungi
dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apa pun.
b)
Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang
menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam pertempuran.
c)
Mereka yang terluka dan yang sakit harus
dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personil
medis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus dilindungi.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah di atas dasar putih adalah tanda
perlindungan atas personil dan objek tersebut di atas, dan harus dihormati.
d)
Kombatan dan penduduk sipil yang berada di bawah
penguasaan pihak lawan berhak untuk memperoleh penghormatan atas hidup, harga
diri, hak pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus
dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka berhak
berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan.
e)
Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak
seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang tidak
dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun
mental atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun
perlakuan lainnya.
f)
Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota
angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untuk memilih cara dan alat
berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi
mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu.
Pihak bertikai harus selalu membedakan antara
penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak
milik mereka. Penduduk sipil, baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak
boleh diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada objek
militer.#Materi DIKLATSAR XXXI KSR PMI UM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar